Kamis, 31 Oktober 2013

KESUSASTRAAN DALAM ISLAM



 
BAHASA DAN SASTRA DALAM KONSEP ISLAM

Oleh :
Siti Rahma
F91112010
Jurusan Sastra Jepang
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Hasanuddin
Makassar
2012
Daftar Isi

Kata pengantar ..................................................................................................i
Daftar Isi ...........................................................................................................ii
Bab I : Pendahuluan
1.1    Latar belakang ...............................................................................1
1.2    Rumusan masalah ..........................................................................2
1.3    Tujuan penulisan ............................................................................2
Bab II : Pembahasan
            2.1 Pengertian sastra islam ...................................................................3                                                    2.2 Sastra islam di indonesia ................................................................4                                                    2.3 Sastra islam dan nama lain ..............................................................11                                                     2.4 Periodisasi sastra islam di nusantara ...............................................11                                          2.5 Perdebatan seputar sastra islam .......................................................16   
Bab III : Penutup
            3.1 Kesimpulan .......................................................................................17                                    3. 2 Saran ................................................................................................17
Daftar pustaka
Catatan kaki







Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat  Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulisan makalah yang berjudul “ SASTRA DAN BAHASA DALAM KONSEP ISLAM “ yaitu bertujuan untuk mengetahui  
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu menyiapkan , memberikan masukan, dan menyusun makalah. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran pembaca sangat diharapkan guna menyempurnakan makalah ini dalam kesempatan berikutnya. Semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pendidikan dan ilmu pengetahuan tentang agama, serta para pembaca.



                                                            Makassar, mei  2013

                                                                                    Penulis



Bab I
Pendahuluan
1.1  Latar belakang
Jakob Sumardjo pernah menyatakan keprihatinannya soal sastra Islam. Menurutnya, Indonesia memiliki warisan sastra Islam yang amat kaya, namun sedikit sekali kajian atas jenis sastra ini, baik di zaman kolonial maupun setelah kemerdekaan. Karya-karya sastra Islam ini dapat menguak peradaban Islam Indonesia yang sudah berlangsung lebih dari 500 tahun
Menurut Abdurrahman Wahid, sastra Islam merupakan bagian dari peradaban Islam yang dapat dilihat dari dua sisi pertama yaitu orang yang condong melihatnya secara legalitas formal dimana sastra Islam harus selalu bersandar pada al Qur’an dan Hadits sedangkan yang kedua orang yang condong melihat sastra Islam dari pengalaman religiusitas (keberagamaan) seorang muslim yang tidak bersifat formal legislatif, artinya sastra Islam tak harus bersumber dari al Qur’an dan Hadits (formal) dan bersifat adoptif terhadap pengaruh-pengaruh lain terutama dimensi sosiologis dan psikologis sastrawan muslim yang tercermin dari karyanya yang menggambarkan pengalaman keberagamaannya.
Pendapat lain menyebutkan, Kesusastraan Islam ialah manifestasi dari rasa, karsa, cipta, dan karya manusia muslim dalam mengabdi kepada Allah untuk kehidupan ummat manusia. Seni Islam adalah seni karena Allah untuk umat manusia (l'art par die et l'art pour humanite) yang dihasilkan oleh para seniman muslim bertolak dari ajaran wahyu Ilahi dan fitrah insani. Seperti disebutkan dalam Manifes Kebudayaan dan Kesenian Islam 13 Desember 1963 di Jakarta, yang dideklarasikan untuk merespon Lekra dan Manifes Kebudayaan 17 Agustus 1963 para seniman, budayawan muslim beserta para ulama yang dimotori Djamaludin Malik.
1.2  Rumusan masalah
1.      Pengertian sastra islam ?
2.      Bagaimana sastra islam di indonesia ?                                                           
3.      Bagian-bagian sastra islam dan nama lainnya?
4.      Penjelasan tentang periodisasi sastra islam di nusantara?
5.      Perdebatan seputar sastra islam?                                                                                            
1.3  Tujuan penulisan
1.      Untuk mengetahui apa itu sastra islam.
2.      Untuk mengetahui sejarah sastra islam.
3.      Untuk mengetahui bagian-bagian sastra islam  dan nama lainnya.
4.      Untuk mengetahui periodisasi sastra islam di nusantara.
5.      Untuk mengetahui peradaban seputar islam.
















Bab II
Pembahasan

2.1 Pengertian Sastra islam
            Sastra (Sansekerta, shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta śāstra, yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar śās- yang berarti “instruksi” atau “ajaran”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Tetapi kata “sastra” bisa pula merujuk kepada semua jenis tulisan, apakah ini indah atau tidak.  
Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu.
 Pengertian sastra islam menurut para ahli yaitu :                                                       Sastra Islam menurut Said Hawwa adalah seni atau sastra yang berlandaskan kepada akhlak Islam.
menurut Ala al Mozayyen sastra Islam muncul sebagai media dakwah, yang di dalamnya terdapat tujuh karakteristik konsistensi, pesan, universal, tegas dan jelas, sesuai dengan realita, optimis, dan menyempurnakan akhlak manusia.



            Goenawan Mohammad disebutkan, sastra Islam adalah sastra yang mempromosikan sistem kepercayaan atau ajaran Islam; memuji dan mengangkat tokoh-tokoh Islam; mengkritik realitas yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam; mengkritik pemahaman Islam yang dianggap tidak sesuai dengan semangat asli Islam awal, atau paling tidak, sastra yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam (Goenawan Mohammad: 2010).
2.2 Sastra islam di indonsia
            Dalam literatur sastra di Indonesia, sastra keagamaan, khususnya Islam, meski tidak diakui secara universal, tampaknya telah menjadi genre tersendiri. Menurut A. Teeuw, dalam sejarah sastra di Indonesia, religiusitas merupakan tema universal yang menjadi tema sastra dari Hamzah Fansuri hingga Sutardji. Selain keduanya, tema ini pun juga menjadi tema pavorit (an sich) bagi Sunan Bonang, Yasadipura II, Ranggawarsita III, Raja Ali Haji, Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, Sanusi Pane, HAMKA, Amir Hamzah, Chairil Anwar, Achdiat Karta Mihardja, Bachrum Rangkuti, AA. Navis, Jamil Suherman, Kuntowijoyo, Danarto, dan Abdul Hadi WM[8].
Dalam artikel yang dibacakan di 11th European Colloquium on Indonesian and Malay Studies yang diselenggarakan Lomonosov Moscow State University pada 1999, pengajar sastra Universitas Indonesia (UI), Ibnu Wahyudi, mengatakan, awal keberadaan sastra Indonesia modern dimulai pada 1870-an, yang ditandai dengan terbitnya puisi “Sair Kedatangan Sri Maharaja Siam di Betawi” (anonim) yang sekarang diterbitkan kembali dalam Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia.
            Karya sastra di Indonesia sejak tahun 1920 – 1950, yang dipelopori oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.
Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak dan bahasa Madura.

            Karangan prosa ialah karangan yang bersifat menerangjelaskan secara terurai mengenai suatu masalah atau hal atau peristiwa dan lain-lain. Pada dasarnya karya bentuk prosa ada dua macam, yakni karya sastra yang bersifat sastra dan karya sastra yang bersifat bukan sastra. Yang bersifat sastra merupakan karya sastra yang kreatif imajinatif, sedangkan karya sastra yang bukan astra ialah karya sastra yang nonimajinatif.
Macam Karya Sastra Bentuk Prosa Dalam khasanah sastra Indonesia dikenal dua macam kelompok karya sastra menurut temanya, yakni karya sastra lama dan karya sastra baru. Hal itu juga berlaku bagi karya sastra bentuk prosa. Jadi, ada karya sastra prosa lama dan karya sastra prosa baru.  Perbedaan prosa lama dan prosa baru menurut Dr. J. S. Badudu adalah:
 Prosa lama:
1. Cenderung bersifat stastis, sesuai dengan keadaan masyarakat lama yang mengalami perubahan secara lambat.
2. Istanasentris ( ceritanya sekitar kerajaan, istana, keluarga raja, bersifat
feodal).
3.   Hampir seluruhnya berbentuk hikayat, tambo atau dongeng. Pembaca  dibawa ke dalam khayal dan fantasi. 
4.    Dipengaruhi oleh kesusastraan Hindu dan Arab.  
5.    Ceritanya sering bersifat anonim (tanpa nama)
6.    Milik bersama
Prosa Baru:
1.        Prosa baru bersifat dinamis (senantiasa berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat)
2.        Masyarakatnya sentris ( cerita mengambil bahan dari kehidupan masyarakat sehari-hari)
3.        Bentuknya roman, cerpen, novel, kisah, drama. Berjejak di dunia yang nyata, berdasarkan kebenaran dan kenyataan
4.        Terutama dipengaruhi oleh kesusastraan Barat
5.        Dipengaruhi siapa pengarangnya karena dinyatakan dengan jelas
6.        Tertulis

1.        Prosa
v  Prosa lama
        Prosa lama adalah karya sastra daerah yang belum mendapat pengaruh dari sastra atau kebudayaan barat. Dalam hubungannya dengan kesusastraan Indonesia maka objek pembicaraan sastra lama ialah sastra prosa daerah Melayu yang mendapat pengaruh barat. Hal ini disebabkan oleh hubungannya yang sangat erat dengan sastra Indonesia. Karya sastra prosa lama yang mula-mula timbul disampaikan secara lisan. Disebabkan karena belum dikenalnya bentuk tulisan. Dikenal bentuk tulisan setelah agama dan kebudayaan Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Melayu mengenal tulisan. Sejak itulah sastra tulisan mulai dikenal dan sejak itu pulalah babak-babak sastra pertama dalam rentetan sejarah sastra Indonesia mulai ada.


Bentuk-bentuk sastra prosa lama adalah:
a.       Mite adalah dongeng yang banyak mengandung unsur-unsur ajaib dan ditokohi
b.      oleh dewa, roh halus, atau peri. Contoh Nyi Roro Kidul
c.       Legenda adalah dongeng yang dihubungkan dengan terjadinya suatu tempat.  
d.      Contoh: Sangkuriang, SI Malin Kundang
e.       Fabel adalah dongeng yang pelaku utamanya adalah binatang. Contoh: Kancil
f.       Hikayat adalah suatu bentuk prosa lama yang ceritanya berisi kehidupan raja-            raja dan sekitarnyaserta kehidupan para dewa. Contoh: Hikayat Hang Tuah.
g.      Dongeng adalah suatu cerita yang bersifat khayal. Contoh:Cerita Pak Belalang.
h.      Cerita berbingkai adalah cerita yang di dalamnya terdapat cerita lagi yang
i.        dituturkan oleh pelaku-pelakunya. Contoh:Seribu satu malam.

v  Prosa Baru
Prosa baru adalah karangan prosa yang timbul setelah mendapat pengaruh sastra atau budaya Barat. Prosa baru timbul sejak pengaruh Pers masuk ke Indonesia yakni sekitar permulaan abad ke-20. Contoh: Nyai Dasima karangan G. Fransis, Siti mariah karangan H. Moekti.
Berdasarkan isi atau sifatnya prosa baru dapat digolongkan menjadi:
1. Roman adalah cerita yang mengisahkan pelaku utama dari kecil sampai mati,
  mengungkap adat/aspek kehidupan suatu masyarakat secara mendetail/menyeluruh, alur bercabang-cabang, banyak digresi (pelanturan). Roman terbentuk dari pengembangan atas seluruh segi kehidupan pelaku dalam cerita tersebut. Contoh: karangan Sutan Takdir Alisjahbana: Kalah dan Manang, Grota Azzura, Layar Terkembang, dan Dian yang Tak Kunjung Padam .
2. Riwayat adalah suatu karangan prosa yang berisi pengalaman-pengalaman hidup pengarang sendiri (otobiografi) atau bisa juga pengalaman hidup orang sejak kecil hingga dewasa atau bahkan sampai meninggal dunia. Contoh: Soeharto Anak Desa atau Prof. Dr. B.I Habibie atau Ki hajar Dewantara.
3. Otobiografi adalah karya yang berisi daftar riwayat diri sendiri.
4. Antologi adalah buku yang berisi kumpulan karya terplih beberapa orang.
Contoh Laut Biru Langit Biru karya Ayip Rosyidi
5.Kisah adalah riwayat perjalanan seseorang yang berarti cerita rentetan kejadian kemudian mendapat perluasan makna sehingga dapat juga berarti cerita. Contoh: Melawat ke Jabar – Adinegoro, Catatan di Sumatera – M. Rajab.
6.Cerpen adalah suatu karangan prosa yang berisi sebuah peristiwa kehidupan manusia, pelaku, tokoh dalam cerita tersebut. Contoh: Tamasya dengan Perahu Bugis karangan Usman. Corat-coret di Bawah Tanah karangan Idrus.
7.Novel adalah suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dan kehidupan orang-orang. Contoh: Roromendut karangan YB. Mangunwijaya.
8.Kritik adalah karya yang menguraikan pertimbangan baik-buruk suatu hasil karya dengan memberi alasan-alasan tentang isi dan bentuk dengan kriteria tertentu yangs ifatnya objektif dan menghakimi.
9.Resensi adalah pembicaraan/pertimbangan/ulasan suatu karya (buku, film, drama, dll.). Isinya bersifat memaparkan agar pembaca mengetahui karya tersebut dari ebrbagai aspek seperti tema, alur, perwatakan, dialog, dll, sering juga disertai dengan penilaian dan saran tentang perlu tidaknya karya tersebut dibaca atau dinikmati.
10. Esei adalah ulasan/kupasan suatu masalah secara sepintas lalu berdasarkan pandangan pribadi penulisnya. Isinya bisa berupa hikmah hidup, tanggapan, renungan, ataupun komentar tentang budaya, seni, fenomena sosial, politik, pementasan drama, film, dll. menurut selera pribadi penulis sehingga bersifat sangat subjektif atau sangat pribadi.

2.     Puisi
Puisi adalah bentuk karangan yang terkikat oleh rima, ritma, ataupun jumlah baris
serta ditandai oleh bahasa yang padat.
Unsur-unsur intrinsik puisi adalah:
a. tema adalah tentang apa puisi itu berbicara                                                                                         b. amanat adalah apa yang dinasihatkan kepada pembaca                                                                        c. rima adalah persamaan-persamaan bunyi                                                                                              d. ritma adalah perhentian-perhentian/tekanan-tekanan yang teratur                                                          e. metrum/irama adalah turun naik lagu secara beraturan yang dibentuk oleh   persamaan jumlah kata/suku tiap baris
f. majas/gaya bahasa adalah permainan bahasa untuk efek estetis maupun maksimalisasi ekspresi
g. kesan adalah perasaan yang diungkapkan lewat puisi (sedih, haru, mencekam, berapi-api, dll.)
h. diksi adalah pilihan kata/ungkapan
i. tipografi adalah perwajahan/bentuk puisi

Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru.
a. puisi lama
Ciri puisi lama:
1. merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya
2. disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan
3. sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku
kata maupun rima
Yang termasuk puisi lama adalah
1. mantra adalah ucapan-ucapan yangd ianggap memiliki kekuatan gaib
2. pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap
baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris
berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun
anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka
3. karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek
4. seloka adlah pantun berkait
5. gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat
6. syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris,
bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita
7. talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris
b. puisi baru
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah
baris, suku kata, maupun rima.Menurut isinya, puisi dibedakan atas
1. balada adalah puisi berisi kisah/cerita
2. himne adAlah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan
3. ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang ebrjasa
4. epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup
5. romance adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih
6. elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan
7. satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik Membaca Puisi
Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam membaca puisi antara lain:
1. jenis acara: pertunjukkan, pembuka acara resmi, performance-art, dll.,
2. pencarian jenis puisi yang cocok dengan tema: perenungan, perjuangan,
pemberontakan, perdamaian, ketuhanan, percintaan, kasih sayang, dendam,
keadilan, kemanusiaan, dll.,
3. pemahaman puisi yang utuh,
4. pemilihan bentuk dan gaya baca puisi, meliputi poetry reading, deklamasi,
dan teaterikal
5. tempat acara: indoor atau outdoor,
6. audien,
7. kualitas komunikasi,
8. totalitas performansi: penghayatan, ekspresi( gerak dan mimik)
9. kualitas vokal, meliputi volume suara, irama (tekanan dinamik, tekanan nada, tekanan tempo)
10. kesesuaian gerak,
11. jika menggunakan bentuk dan gaya teaterikal, maka harus memperhatikan:
a) pemilihan kostum yang tepat,
b) penggunaan properti yang efektif dan efisien,
c) setting yang sesuai dan mendukung tema puisi,
d) musik yang sebagai musik pengiring puisi atau sebagai musikalisasi puisi

3.       Drama/Film
Drama atau film merupakan karya yang terdiri atas aspek sastra dan asepk pementasan. Aspek sastra drama berupa naskah drama, dan aspek sastra film berupa skenario. Unsur instrinsik keduanya terdiri dari tema, amanat/pesan, plot/alur, perwatakan/karakterisasi, konflik, dialog, tata artistik (make up, lighting, busana, properti, tata panggung, aktor, sutradara, busana, tata suara, penonton), casting (penentuan peran), dan akting (peragaan gerak para pemain).







2.3 Sastra islam dan nama lain
            Menurut Sukron Kamil, di Indonesia, sastra Islam dikenal dengan banyak sebutan. Diantaranya:
(1) sastra sufistik, yaitu sastra yang mementingkan pembersihan hati (tazkiyah an-nafs) dengan berakhlak baik agar bisa dekat sedekat mungkin dengan Allah.
(2) Sastra suluk, yaitu karya sastra yang menggambarkan perjalanan spiritual seorang sufi mencapai taraf di mana hubungan jiwanya telah dekat dengan Tuhan, yaitu musyâhadah, penyaksian terhadap keesaan Allah.
(3) Sastra transendental, yaitu sastra yang membahas Tuhan Yang Transenden. Dan
(4) sastra profetik, yaitu sastra yang dibentuk berdasarkan atau untuk tujuan mengungkapkan prinsip-prinsip kenabian/wahyu.

2.4 Periodisasi sastra islam di nusantara
            Menurut Abdul Hadi WM[9], Sastra Islam di Indonesia tidak bisa lepas dari perkembangan sastra Melayu. Sedangkan perkembangan sastra Melayu Islam sejak awal kemunculannya hingga akhir zaman klasiknya dapat dibagi menjadi empat periodisasi: (1) Zaman Awal, pada abad ke-14 – 15 M; (2) Zaman Peralihan, dari akhir abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-16 M; (3) Zaman Klasik, dari akhir abad ke-16 hingga awal abad ke-18 M; (4) Zaman Akhir, dari pertengahan abad ke-18 hingga awal abad ke-20 M.
Sastra Islam Nusantara Zaman Awal
Zaman Awal ditandai dengan munculnya terjemahan dan saduran karya-karya Arab dan Persia ke dalam bahasa Melayu. Babakan ini bersamaan dengan munculnya dua kerajaan Islam awal yaitu Samudra Pasai (1270-1516 M) dan Malaka (1400-1511 M). Karya-karya saduran dan terjemahan itu pada umumnya ditulis untuk kepentingan pengajaran dan penyebaran agama. Terutama epos Arab Persia seperti Hikayat Iskandar Zulkarnain, Hikayat Amir Hamzah dan Hikayat Muhammad Ali Hanafiya; kisah-kisah para nabi (Qisas al-Anbiya‘), termasuk Nabi Muhammad s.a.w., dan cerita berbingkai seperti Hikayat Bayan Budiman dan Hikayat Seribu Satu Malam. Pada masa ini, puisi beberapa penyair seperti Ma‘arri, Umar Khayyam, ‘Attar, Sa‘di, dan Rumi juga telah muncul terjemahannya dalam bahasa Melayu.
Sastra Islam Nusantara Zaman Peralihan
Zaman Peralihan berlangsung bersamaan dengan masa akhir kejayaan Malaka dan munculnya kesultanan Aceh Darussalam (1516-1700 M). Zaman ini ditandai dengan usaha Melayunisasi hikayat-hikayat Arab dan Persia, pengislaman kisah-kisah warisan zaman Hindu, dan penulisan epos lokal serta historiografi. Syair-syair tasawuf, agiografi sufi, dan alegori-alegori mistik mulai ditulis pada zaman ini. Di antara alegori mistik terkenal ialah Hikayat Burung Pingai, yang merupakan versi Melayu dari Mantiq al-Tayr (Musyawarah Burung) karangan penyair sufi Persia Farid al-Din al-‘Attar (w. 1220 M).
Sastra Islam Nusantara Zaman Akhir
Zaman Klasik sastra Melayu berlangsung dari akhir abad ke-16 hingga awal abad ke-18 M. Periode ini ditandai dengan kesadaran pengarang Melayu untuk membubuhkan nama diri dalam karangan yang ditulisnya. Syair-syair tasawuf dan karya bercorak sufistik lain kian banyak dilahirkan dalam periode ini, begitu juga epos, karya sejarah, dan roman yang lebih orisinal. Keorisinalan karya penulis Melayu pada periode ini tampak terutama dalam syair-syair tasawuf Hamzah Fansuri yang indah dan begitu mendalam isinya.

Dalam menulis karya-karya mereka, penulis-penulis Melayu pada umumnya bertolak dari dua wawasan estetika yang popular di dunia Islam. Pertama, wawasan estetika yang diasaskan para filosof dan teoritikus peripatetik (mashsha‘iya) seperti al-Farabi, Ibn Sina, dan Abdul Qahir al-Jurjani, yang memandang sastra sebagai karya imaginatif (mutakhayyil). Keimaginatifan sebuah karya bisa tercapai jika pengarang menggunakan bahasa figuratif (majaz) seintensif dan semaksimal mungkin. Wawasan estetik ini merupakan sintesa pandangan Plato dan Aristoteles. Kedua, wawasan estetika yang diasaskan para sufi seperti Imam al-Ghazali, Ibn ‘Arabi, ‘Attar, Rumi, dan Jami. Bagi mereka karya sastra adalah representasi simbolik dari gagasan dan pengalaman keruhanian.
Sastra Islam Nusantara Zaman Klasik
Zaman Akhir membentang dari awal abad ke-18 hingga akhir abad ke-19 M. Pada periode ini karya-karya keislaman ditulis di berbagai pusat kebudayaan Islam baru seperti Palembang, Banjarmasin, Pattani, Johor, Riau, Kelantan, dan tempat-tempat lain di kepulauan Melayu. Sekalipun sejak akhir abad ke-18 kerajaan-kerajaan Islam ini sudah jatuh ke tangan penguasa kolonial seperti Belanda dan Inggris, namun kegiatan penulisan sastra Islam masih terus berlanjut hingga awal abad ke-20 M. Tidak banyak pembaruan dilakukan pada zaman ini. Namun zaman ini melahirkan penulis-penulis kitab keagamaan dan historiografi terkemuka seperti Abdul Samad al-Falimbangi, Arsyad al-Banjari, Kimas Fakhrudin, Sultan Badruddin, Nawawi al- Bantani, Raja Ali Haji, dan lain-lain.



Sastra Melayu dan Hikayat
Menurut Abdul Hadi WM, dalam sastra Melayu semua karya berbentuk prosa pada umumnya disebut hikayat, dari kata-kata Arab yang arti literalnya ialah kisah atau cerita. Berdasarkan pokok pembahasan dan corak penyajiannya, keseluruhan hikayat Melayu lazim dibagi ke dalam sepuluh jenis:
1. Hikayat Para Nabi, biasa disebut Surat Anbiya‘. Mengisahkan kehidupan para nabi sebelum Nabi Muhammad, termasuk Nabi Adam, Idris, Nuh, Ibrahim, Musa, Ayub, Yusuf, Daud, Sulaiman, Isa Almasih, dan lain sebagainya. Yang paling populer ialah Hikayat Nabi Musa, Hikayat Nabi Sulaiman, Hikayat Yusuf dan Zuleikha, dan Isa Almasih.

2. Kisah-kisah yang berhubungan dengan kehidupan Nabi Muhammad. Termasuk Hikayat Kejadian Nur Muhammad, Hikayat Nabi Mikraj, Hikayat Seribu Satu Masalah, Hikayat Nabi dan Iblis, Hikayat Nabi dan Orang Miskin, Hikayat Nabi Mengajar Ali, dan lain sebagainya.

3. Kisah Sahabat dan Kerabat Nabi. Menceritakan kehidupan dan perjuangan sahabat-sahabat Nabi Muhammad seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Hikayat Raja Handak, Hikayat Salman al-Farisi, Hikayat Hasan dan Husein, dan lain sebagainya.

4. Hikayat Para Wali Sufi. Misalnya Hikayat Rabi‘ah al-Adawiyah, Hikayat Ibrahim Adham, Hikayat Bayazid Bhistami, Hikayat Syekh Abdul Qadir al-Jilani, Hikayat Syekh Saman, Hikayat Syamsi Tabriz, dan lain-lain.

5. Hikayat Pahlawan atau epos. Misalnya yang paling populer dan dijumpai dalam berbagai versi ialah Hikayat Iskandar Zulkarnain, Hikayat Amir Hamzah, dan Hikayat Muhammad Ali Hanafiya.

6. Hikayat Para Bangsawan. Misalnya Hikayat Johar Manik, Hikayat Syamsul Anwar, Hikayat Kamaruz Zaman, Hikayat Sultan Bustaman, Hikayat Siti Hasanah, Hikayat Siti Zubaidah Berperang dengan Pendekar Cina, Hikayat Syekh Mardan dan lain sebagainya. Hikayat jenis ini paling banyak dijumpai dalam sastra Melayu. Yang diceritakan biasanya adalah petualangan, percintaan, dan perjuangan tokoh membela negeri atau martabat keluarga. Jadi termasuk ke dalam jenis roman.

7. Perumpamaan atau Alegori Sufi. Pada umumnya alegori sufi digubah berdasarkan roman yang popular, tetapi disajikan secara simbolik sebagai kisah perjalanan kerohanian. Yang terkenal di antaranya ialah Hikayat Syekh Mardan, Hikayat Inderaputra, Hikayat Burung Pingai, dan lain-lain.

8. Cerita Berbingkai. Sebagian besar kisah berbingkai dalam sastra Melayu merupakan saduran dari cerita berbingkai Arab dan Persia. Yang terkenal selain Kisah Seribu Satu Malam adalah Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Maharaja Ali, Hikayat Bachtiar, Hikayat Khalilah dan Dimnah, dan lain-lain. Di antara cerita terbingkai ini termasuk fabel, yaitu Hikayat Bayan Budiman dan Hikayat Khalilah dan Dimnah. Sebelum hadirnya versi Arab Persia, telah hadir versi India dalam sastra Jawa dengan judul Tantri Kamandaka, yang merupakan saduran dari Panchatantra. Fabel asli Melayu yang terkenal ialah Kisah Pelanduk Jenaka.





9. Kisah Jenaka. Yang terkenal Hikayat Abu Nuwas dan Hikayat Nasrudin Affandi. Kisah Jenaka asli Melayu yang terkenal di antaranya ialah Hikayat Pak Belalang.
10.Karya bercorak sejarah atau historiografi. Karya semacam ini sering pula disebut salasilah. Khazanahnya tergolong banyak dalam sastra Melayu. Yang terkenal ialah Hikayat Raja-raja Pasai, Sejarah Melayu, Hikayat Aceh, dan lain-lain.

2.5 Peradaban seputar sastra islam
            AA Navis merupakan salah seorang sastrawan yang menolak sastra Islam, dan menyebutnya sebagai hal yang utopis untuk saat ini. Diikuti oleh pendapat Edy A. Effendi[11] membuat kesimpulan agar sastra Islam ditolak karena tidak ada estetika yang diusungnya. Demikian pula halnya dengan pendapat Chavchay Syaifullah[12], juga Aguk Irawan MN dalam tulisannya: Merumuskan Kembali Konsep Sastra Islami[13].
Kebalikan dari itu, Abdul Hadi WM[14] menyebut bahwa pandangan dan anggapan yang meragukan nisbah Islam dengan sastra dan kesangsian bahwa sastra Islam dengan tema, corak pengucapan, wawasan estetik serta pandangan dunia tersendiri, pada umumnya timbul untuk menafikan sumbangan Islam terhadap kebudayaan dan peradaban umat manusia. Sebagian anggapan berkembang karena semata kurangnya perhatian dari umat Islam dewasa ini terhadap sastra dan tiadanya apresiasi. Ditambahkannya, sastra Islam itu ada, bahkan eksis. Sastra Hindu saja ada, maka tidak masuk akal kalau sastra Islam dinafikan.


Sejarah mencatat, sastra sangat berkembang pesat di era keemasan Islam. Di masa kekhalifahan Islam berjaya, sastra mendapat perhatian yang amat besar dari para penguasa Muslim.
Tak heran, bila di zaman itu muncul sastrawan Islam yang terkemuka dan berpengaruh. Di era kekuasaan Dinasti Umayyah (661 M - 750 M), gaya hidup orang Arab yang berpindah-pindah mulai berubah menjadi budaya hidup menetap dan bergaya kota.
Pada era itu, masyarakat Muslim sudah gemar membacakan puisi dengan diiringi musik. Pada zaman itu, puisi masih sederhana. Puisi Arab yang kompleks dan panjang disederhanakan menjadi lebih pendek dan dapat disesuaikan dengan musik. Sehingga puisi dan musik pada masa itu seperti dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan.

            Sastra makin berkilau dan tumbuh menjadi primadona di era kekuasaan Daulah Abbasiyah—yang berkuasa di Baghdad pada abad ke-8 M. Masa keemasan kebudayaan Islam serta perniagaan terjadi pada saat Khalifah Harun Ar-Rasyid dan putranya, Al-Makmun.
Pada era itu, prosa Arab mulai menempati tempat yang terhormat dan berdampingan dengan puisi. Puisi sekuler dan puisi keagamaan juga tumbuh beriringan.




Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan                                                                                                                       Sastra (Sansekerta, shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta śāstra, yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar śās- yang berarti “instruksi” atau “ajaran”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Tetapi kata “sastra” bisa pula merujuk kepada semua jenis tulisan, apakah ini indah atau tidak.     
            Goenawan Mohammad disebutkan, sastra Islam adalah sastra yang mempromosikan sistem kepercayaan atau ajaran Islam; memuji dan mengangkat tokoh-tokoh Islam; mengkritik realitas yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam; mengkritik pemahaman Islam yang dianggap tidak sesuai dengan semangat asli Islam awal, atau paling tidak, sastra yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam (Goenawan Mohammad: 2010).
3.2 Saran                                                                                                                                 saya sebagai penulis sangat  mengharapkan sastra selalu ada di indonesia, tidak punah karna era globalisasi. Dan selalu di kembangkan oleh anak-anak bangsa indonesia. Seperti: puisi, prosa, pantun dan drama. Karna semua memiliki unsur-unsur keagamaan. Oleh karena itu, apa yang disampaikan oleh hasil karya sastra tersebut akan memili makna tersendiri buat si pendengar.



Daftar pustaka













Catatan kaki

1.      Said Hawwa: Al Islam, Penerbit Gema Insani Press, Jakarta-2004
2.      Dr Ala al Mozayyen pada Seminar Sastra Islam Internasional, 15 Maret 2011, Institut Negeri Jakarta,
3.      Jakob Soemardjo: Sastra dan Pemberadaban di Indonesia (artikel Bentara Budaya)
4.      Majalah Horison, 7/1984
6.      Heri Ruslan: Sastra dalam Peradaban Islam. Artikel Islam Digest, 9 Oktober 2011
7.      Sukron Kamil: Corak Baru Genre Sastra Islam Indonesia Mutakhir, Republika, 4 Mei 2010.
8.      Prof Abdul Hadi WM, Artikel: Sastra Islam Melayu Indonesia, 2008
9.      Abdul Hadi WM. Makalah: Islam, Puitika Al Quran dan Sastra, 2003
10.  Yanuardi Syukur, Catatan Pertemuan Organisasi, 2009.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar